Pada arif sikapmu aku terpukau,
Pada bahumu aku ingin berlabuh,
Pada jiwamu aku ingin pulang.
Wahai jiwa yang bijaksana,
aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Wahai jiwa pengelana,
aku ikhlas, aku serahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tuan, mungkin sering kali aku jatuh cinta. Jauh sebelum aku mengenalmu, tak hanya sekali dua kali, mungkin lebih dari itu. Pujangga bilang rasanya jatuh cinta itu sakit Tuan. Ternyata benar, memang sakit. Lebih baik membangun cinta.
Sejujurnya pertemuan pertama, kedua aku tak acuh akan kehadiranmu. Namun, pertemuan-pertemuan berikutnya entah mengapa banyak hal menarik dalam dirimu. Aku percaya bahwa mencintai tak cukup dengan rasa cinta, namun perlu adanya rasa hormat.
Dalam dirimu banyak hal yang aku cintai dan banyak pula hal yang bisa aku hormati. Perangaimu dan arif sikapmulah yang harus kuhormati dan caramu membantuku memecahkan masalahpun sama halnya. Entah mengapa mencintaimu terkadang terasa melelahkan dan menjengkelkan, karena aku hanya diam, dan kau pun sama, hanya diam.
Hampir satu tahun pertemuan kita, aku sangat bersyukur, karena caramu memperkenalkan dirimu yang begitu unik dan berciri khas. Sebelumnya aku enggan berkenalan dengan orang yang sepantaran lebih dalam. Namun, hadirmu, menepis rasa sungkanku. Terima kasih telah menjadi guru kehidupanku. Kau guru kehidupan yang baik, baik, dan baik...
0 komentar:
Posting Komentar