RSS

Drama musikal Rawa Pening



 Rawa Pening
Pemain    :
Begawan Sewubendoro          :Dirgantara
Endang Kirono                       :Tia Chirunnisa
Baru Klinthing                        : M. Rakha
Ki Ageng Wonoboyo                : Ari Armanda Ginting
Bathari Tunjung Biru              : Lulu 'Urrohmah
Nenek / Mbok Rondo               : Rini Aryani
Anak-anak/ penduduk :
    1. Agie Ginanjar
2. Putra Josua
3. Elsi Yulianti
       4. Hanna Lusiana
          5. Gaby Meinanda



Endang Kirono   : "Pak Guru saya mau pamit pulang membangun desaku."
Begawan             : "Baiklah kalau begitu doaku menyertaimu,,dan ini aku kasih pusaka  untuk membantumu, Tapi ingat pesanku. Pusaka ini jangan sampai lepas dari  tubuhmu selama perjalanan pulang.Semoga kau tak punya penyakit amnesia, Endang Kirono. Aku harap begitu."
Endang                 : “Iya Pak Guru."
Endang Kirono     : "Wah.. disana ada sungai kecil. Pasti airnya bersih untuk membasuh wajahku. Apa ini diperutku? Wah sepertinya air sungai itu beracun deh, atau banyak bakterinya. Tapi.. tapi.. kok perutku semakin membuncit dan melilit.. ha??? Darah.. kok seperti kakakku waktu ia melahirkan.. wah jangan-jangan..  Aduh.. perutku makin jadi sakitnya.. Sepertinya aku benar - benar akan melahirkan di hutan ini. Sepertinya tidak mungkin kalau para kera yang membantu aku melahirkan. Aa!!!Apa? Anakku seekor Ular Naga? Tidak mungkin.Ini karena aku meninggalkan pusaka dari Guru Begawan Seru Bondowo. Aku sangat menyesal sekali.Lebih baik ku tinggalkan saja disini."
Setelah beberapa lamanya sampai Ular Naga itu semakin besar.
Begawan           : "Hai Ular NagaBesar. Temuilah seorang laki - laki yang sedang bertapa di kaki gunung merapi?"
Ular  Naga         : "Apa?? Api?  Merapi? Apa tidak terbakar gunung itu dengan api?"
Begawan           : "Dasar ular naga. Oh iya, aku kira kamumanusia.Dasar Ular Naga otaknya pun tidak mungkin otak Manusia. Temuilah dia."
Ular Naga         : "Baiklah akan aku temui dia."
(Di Kaki Gunung Merapi)
Ular Naga        : "Hey kau yang sedang bertapa?."
Ki Ageng          : "Siapa kamu?"
Ular Naga        : "Aku Ular Naga."
Ki Ageng          : "Ya aku tau itu kau ular naga.Aku Ki Ageng Wonoboyo."
Ular Naga        : "Aku anakmu Ageng Wonoboyo."
Ki Ageng          : "Hah? Hahaha... yang benar saja Ular. Tak mungkin anakku seekor Ular, Naga lagi.Hahaaa."
Ular Naga       : "Aku serius wahai Ki Ageng Wonoboyo"
Ki Ageng         : "Baiklah. Aku punya syarat untukmu, jika kau memang mau aku anggap sebagai anakku."
Ular Naga               : "Apa syaratnya itu. Beritahu aku."
Ki Ageng                 : "wani piro? Hahahaha. "
Ular Naga               : "Kau meledekku Ki Ageng Wonoboyo. Kan ku sembur kau dengan api dari mulutku."
Ki Ageng                 : "Tenang saja Uga. Tenang saja. Tak usah serius. Syaratnya kau harus melingkari gunung merapi."
Ular Naga               : "Baiklah. Akan aku laksanakan."
Dengan tekat yang kuat ular naga itu berusaha melingkari gunung merapi. Kurang 10 cm dari ekornya disambung dengan lidah.
Ular Naga               : "Ya ampun ga nyampe. Tanggung sekali tinggal 10 cm aku bisa melingkari Gunung Merapi. Ku pakai lidah ku saja."
(Ki Ageng wonoboyo marah dianggap ular itu curang.Dengan pusakanya diputus lidah itu)
Ki Ageng    : "Dasar Ular Naga. Dia berrmain curang. Aku potong saja lidahnya."
(Setelah dipotong)
Ki Ageng               : "Luar biasa, Lidah Ular Naga yang aku potong berubah menjadi tombak. Dan tubuh Ular Naga itu berubah menjadi seorang anak kecil? Tombak ini akan ku beri nama Baru Klinthing."
Kelinthing   : "Bapa? Bapamana Bapa? Bapa??
Ki Ageng              : "Hey Baru Klinthing.Carilah Ibumu bukan Bapamu. Carilah ia di wilayah Ambarawa Timur Laut Gunung Merapi."
Klinthing              : "Baiklahaku cari ibiku."
( Tak lama sampai )
Kilinthing             : "Permisi. Saya mencari ibu saya di wilayah  Ambarawa  ini."
Masyarakat 1      : "Hey siapa kau anak kecil?"
Masyarakat 3      : "Liat saja dirimu yang menjijikan, tak pantas sekali tinggal di wilayah ini."
Masyarakat 4      : "Anak kecil menjijikan? Siapa nama mu?"
Masyarakat 2      : "Nama dia itu Akeji, Anak kecil menjijikan."
Masyarakat          : "Hahahahahhaa.."
Masyarakat 1      : "Bukan Akeji tapidia bolang, bocah ilang."
Masyarakat         : "Hahahhaa. "
Masyarakat 5 : "Udah bocah ilang, kotor bau lagi."
Masyarakat         : "Hahahahhaa. "
Khlinting              : "Maaf, saya hanya mencari ibu saya. "
Masyarakat 1      : "Ibumu tidak ada disini, bocah tak jelas!! Lagi pula siapa yang ingin mempunyai seorang anak yang kotor dan bau sepertimu. Pergi!!. "
Masyarakat5       : "Iya, pergi sana!!!. "
Klinthing               : "Kalian sudah menyakiti hati sayadengan mengejeksaya.Baiklah saya akan pergi,” dengan hati terluka.
Bathari                  : "Wahai Baru Klinthing? "
Klinthing               : "Siapa kamu? "
Bathari                  : "Aku adalah Bathari Tunjung Biru. Aku tau kesedihanmu, apa kau ingin membalas perbuatan orang-orang kampung itu?"
Klinthing              : "Lalu apa urusanmu denganku, Bathari? "
Bathari                  : "Ini, aku berikan sebuah lidi untuk mu. "
Khlinting              : "Wahai Bathari, apa ini?
Bathari                 : “Ini pusaka sodo lanang.”
Klinthing             : "Lalu apa kegunaan lidi ini? "
Bathari                 : "Tancapkanlah lidi ini ke tanah. Dan hanya kamu yang bisa mencabutnya dari tanah, dari situ akan ada hukuman untuk orang-orang kampung. Oh iya jangan lupa jika kau bertemu dengan orang yang berbuat baik padamu, suruhlah orang itu membuat perahu agar ia selamat dari kemurkaan yang akan terjadi”
Klinthing             : "Baiklah Bathari. "
Nenek                    : "Hey anak kecil?. Sedang apa kamu disini? Sepertinya kamu bukan penduduk di daerah ini?. "
Klinthing              : "Iya nek, saya datang kesini untuk mencari ibu saya.Ketika saya bertanya kepada penduduk disini, mereka malah mengejek saya nek. "
Nenek                    : "Kalau begitu kamu tinggal di rumah nenek saja dulu, Nanti kamu lanjutkan mencari ibumu. Mari nak. "
 ( Rumah Nenek )
Nenek                  : "Ini minum untukmu nak, tapi nenek tak punya makanan. Nenek hanya punya air saja. "
Klinthing            : " Terimakasih nek. Nek, kalau terdengar suara gemuruh nenek harus siapkan lesung, agar selamat!. Nenek tidak perlu tau kenapa, lakukan saja perintah saya."
Nenek                 : "Baiklah nak. "
Klinthing            : "Nek, Saya mau pergi ke tempat itu lagi. "Saya akan meminta hidangan disana. "
Nenek                 : "Apa tidak mengapa? Nenek takut kamu di hina mereka lagi. "
Klinting              : "Tak apa nek. Saya pergi dulu. "
Nenek                 : "Hati - hati, nak. "
Klinthing            : "Wahai penduduk desa. "
Masyarakat 1    : "Ada apa lagi, anak menjijikan?. "
Masyarakat 5    : "Kami tidak tau ibumu. Sudahlah jangan cari ibumu lagi. Pergi lah. "
Klinthing            : "Saya tak mencari ibu saya. Boleh saya minta sedikit hidangan dari pesta ini?. "
Masyaraka 3     :  "Tidak bisa. Makanan mewah ini tak cocok untuk perutmu itu. "
Masyarakat 4    : "Pergi saja sana! "
Masyarakat 1    : "Pergi!!!! Dasar anak kecil lemah menjijikan. "
Klinthing            : "Kalian memang dasar Osom. "
Masyarakat 2    : "Apa itu?. "
Klinthing            : "Orang Sombong "
Masyarakat 3    : "Hah, sudahlah pergi!! "
Klinthing            : "Kan aku tancapkan lidi ini untuk membuat sayembara. Hai para penduduk desa. Aku membuat sayembara, siapa yang bisa mencabut lidi ini, dia adalah orang yang kuat."
Masyarakat 1     : "Hey anak kecil menjijikan, yang benar saja sayembaranya mencabut lidi? "
Masyarakat 3      : "Lidiitu dipatahkan dengan tiga jari juga bisa. "
Masyarakat          : "Hahahhahhaa.. "
Klinting                 : "Coba saja kalau kalian bisa. "
Masyarakat 2      : "Biar aku saja yang mencabutnya. "
Masyarakat  4     : "Mencabut lidi itu permainan anak kecil. "
Masyarakat 3      : "Tidak apa dicoba, biar saja anak yang menjijikan itu dipermalukan sekalian. "
Masyarakat 2      : "Ya ampun..kenapa susah dicabut ya?"
Masyarakat 1      : "Ah, lemah sekali kamu ini. Biar aku saja yang mencobanya. Iaaa.... Kenapa susah sekali. "
Masyarakat 5       : "Wah, kenapa lidi itu tidak bisa dicabut? "
Masyarakat 3      : "Aku bisa membayangkan sapu lidi dirumah ku tak bisa diangkat."
Masyarakat 1      : "Hey anak kotor dan bau! Sekarangkau yang mencabut lidi ini."
Masyarakat 2     : "Pasti dia bercanda. "
Kllinthing            : "Iya aku akan mencabut lidi ini. "
Masyarakat 5     : " Dia bisa mencabutnya."
"Ada apa ini. Pala ku menjadi pusing. " serentak masyarakat mengatakannya.
Masyarakat 4     : "Kenapa bersuara gemuruh ? "
Nenek                  : "Terdengar suara gemuruh. Aku harus siapkan lesung."
Masyarakat 5     : "Lihat!! Apa yang keluardari lubang bekas tancapanlidi itu! "
Masyarakat 2      : "Itu air. Airnya semakin besar. Ayo kita lari!!!! Cepat!!!"
Masyarakat          : "Tidak !!!!!!!!!!!!"
Masyarakat 4       : "Kita akan tenggelam!!!!! "

Air yang keluar dari tanah itu tak henti-hentinya mengeluarkan air. Akhirnya desa itu pun tenggelam. Meski begitu airnya sangat jernih tak keruh, maka dari itu seluruh warga atau masyarakat menyebutnya “rawa pening”. Sampai saat ini pun masih dikenal dengan sebutan rawa pening.

Nilai moral dalam cerita rawa pening :
1.       Jangan abaikan perintah orang tua kita, termasuk guru kita, apalagi jika sudah terucap kata pamali.
2.       Kita harus konsisten pada janji atau hal yang sudah kita sepakati.
3.       Jangan terlalu sombong dan bersikap tidak baik kepada orang, jika kita tidak ingin mendapatkan perlakuan yang demikian.
4.       Jangan terlalu meremehkan orang lain.
5.       Berbuat baiklah, esok kita akan menuai kebaikan pula, meski tak sama halnya kita menolong orang lain.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar